STUDI ISLAM INTERDISIPLINER
1.1 Latar Belakang
Islam merupakan sebuah siatem universal yang mencangkup seluruh aspek
kehidupan manusia. Dalam islam, segala hal yang menyangkut kebutuhan manusia,
dipenuhi ecara lengkap. Semuanya diarahkan agar manusia mampu menjalani
kehidupan yang lebih baik dan manusiawi sesuai dengan kodrat kemanusiaanya
(Hasan al-Banna,1976:2)
Sejak
kedatangan Islam pada abad ke -13 hinga saat ini fenomena pemahaman Islam
Indonesia masih ditandai oleh keadaan amat variatif . Kita tidak tahu persis
apakah kondisi demikian itu merupakan sesuatu yang alami yang harus diterima
sebagai suatu kenyataan untuk diambil hikmahnya dan perlu diterapkan dan
diberlakukan oleh paham keagamaan yang bervariatif tetapi tidak keluar dari
kandungan al-qur’an dan as-sunnah.
Ketika alquran dan hadist difahami dan dijadikan sebagai objek kajian, maka
muncullah penafsiran, pemahaman, dan pemikiran. Demikian juga lahirlah berbagai
jenis ilmu islam yang kemudian disebut “Dirasah Islamiyyah” atau Islamic
Studies.
Untuk memahami alquran dan hadist sebagai sumber ajaran islam, maka
diperlukan berbagai pendekatan metodelogi pemahanan islam yang tepat, akurat,
dan responsible. Dengan demikian, diharapkan islam sebagai sebuah sistem ajaran
yang bersumber pada alquran dan hadist, dapat difahamis secara komperhensif.
Dalam
makalah ini kami akan menjelaskan materi Study Islam Interdisipliner.
2.1 Pengertian Studi Islam Ineterdisipliner
Studi
Islam di Barat dikenal dengan istilah Islamic Studies, secara sederhana
dapat dikatakan sebagai usaha untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan
agama Islam. Dengan perkataan lain ”usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui
dan memahami serta membahas secara mendalam tentang seluk beluk atau hal-hal
yang berhubungan dengan agama islam, baik berhubungan dengan ajaran, sejarah
maupunpraktik-praktik pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari
sepanjang sejarah.”[1]
Studi
islam adalah kajian ilmiah tentang islam. Istilah studi mengandung makna kajian
ilmiah, yaitu kajiannya didasarkan kepada fakta-fakta dan data yang dianalisis
secara ilmiah dengan berbagai pendekatan. Dengan kata lain, studi islam berarti
menjadikan Islam sebagai objek kajian. Jadi, bukan mejadikan Islam sebagai
agama dan seperangkat kepercayaan.
Lebih lanjut, Baharuddin membedakan objek kajian studi islam kepada dua
objek studi. Objek pertama disebutnya dengan studi tentang islam dan yang kedua disebebutnya dengan
studi di dalam islam. Studi tentang islam adalah kajian ilmiah yang menjadikan
Islam sebagai objek studi. Sedangkan studi di dalam islam adalah kajian yang
menjadikan islam sebagai sumber inspirasi untuk membangun konsep-konsep dan
teori-teori keilmuan dalam islam.[2]
Pengertin studi islam dilihat secara normatif sebagaimana yang terdapat di
dalam alquran dan hadist, maka islam lebih merupakan agama yang tidak dapat
diberlakukan kepadanya paradigma ilmu pengetahuan, yaitu paradigma analisis,
kritis,metedologis, historis, dan empiris. Sedangkan jika dilihat segi
historisnya yakni islam dalam arti yang dipraktikkan oleh manusia serta tumbuh
dan berkembang dalam sejarah kehidupan manusia.[3]
Sedangkan
interdisipliner dalam kamus bahasa indonesia yaitu yang memiliki arti Bidang studi. Sedangkan definisi yang mengenai
kata interdisipliner sendiri yaitu kata disiplin.[4]
Dari
pengertian diatas dapat diketahui bahwa studi islam interdisipliner adalah cara
pandang terhadap sebuah masalah dari berbagai sudut pandang ilmu pengetahuan.[5]
2.2 Pendekatan
Studi Islam Interdisipiner
Pendekatan interdisliner yang dimaksud disini
adalah kajian dengan menggunakan sejumlah pendekatan atau sudut pandang
(perspektif). Dalam studi misalnya menggunakan pendektan
sosiologis, historis dan normatif secara bersamaan. Pentingnya penggunaan
pendekatan ini semakin disadari keterbatasan dari hasil-hasil penelitian yang
hanya menggunakan satu pendekatan tertentu. Misalnya, dalam mengkaji teks
agama, seperti Al-Qur’an dan sunnah Nabi tidak cukup hanya mengandalkan
pendekatan tekstual, tetapi harus dilengkapi dengan pendekatan sosiologis dan
historis sekaligus, bahkan masih perlu ditambah dengan pendekatan hermeneutik
misalnya.
Contoh dalam penggunaan pendekatan
interdispiner adalah dalam menjawab status hukum aborsi. Untuk melihat status
hukum aborsi perlu dilacak nash Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Tentang larangan
pembunuhan anak dan proses atau tahap penciptaan manusia dihubungkan dengan
teori embriologi.
Berikut ini secara rinci
akan dikemukkan tentang pendekatan historis, pendekatan antropologis,
pendekatan sosiologis, dan pendekatan holistik.
a) Pendekatan Historis
(Sejarah)
Secara Etimologis, sejarah
mempunyai banyak arti: Sejarah bisa berarti cerita; suatu rekontruksi; atau
jugakumpulan gejala empiris masa lampau. Secara umum, sejarah mempunyai dua
pengertian yaitu sejarah dalam arti subyektif, dan sejarah dalam obyektif.
Metode sejarah melibatkan
pada kronoogi pertumbuhan dan perkembangan. Menurut Soejorno Soekanto (1963:30),
pendekatan historis mempergunakan analisa atas
peristiwa-peristiwa dalam masa silam untuk merumuskan prinsip-prinsip umum.
Metode ini dapat dipakai misalnya, dalam mempelajarimasyarakat Islam dalam hal
pengalaman, yang disebut dngan “Masyarakat Muslim” atau “Kebudayaan
Muslim”.
b) Pendekatan Antropologis
Antropologi adalah ilmu
tentang manusia dan kebudayaan. Ada dua macam Antropologi, yakni Antropologi
Fisik dan Antropologi Budaya.
Dalam konteksnya sebagai
metodologi, Antropologi merupakan ilmu tentang masyarakat dengan bertitik tolak
ukur dari unsur-unsur tradisional, mengenai aneka warna, bahasa-bahasa dan
sejarah perkembangannya serta persebarannya dan mengenai dasar-dasar kebudayaan
manusia dalam masyarakat.
c) Pendekatan Sosiologis
Pada prinsipnya sosiologi
merupakan sebuah kajian ilmu yang berkaitan dengan aspek hubungan sosial
manusia antara yang satu dengan yang lain, atau antara kelompok yang satu
dengan yang lain.
Sosiologi menitiberatkan
pada sistem sosial (masyarakat) yang kompleks, sedangkan antropologi
mengutamakan masyarakat yang erat dengan hubungan kekerabatan (masyarakat
sederhana). Sosiologi merupakan ilmu sosial yang objeknya adalah masyarakat,
yang bersifat empiris teoritis, dan kumulatif.
Jika dituntut secara
historis dalam kajian bidang keilmuan, pada awalnya ilmu sosial merupakan ilmu
yang tidak berdiri sendiri. Baru pada perkembangan berikutnya, ia memisahkan
diri dari pengetahuan budaya. Dalam perkembangan berkutnya yakni sekitar 50-an,
lahirlah sosiologi sibemeutika yang mengemukakan teori bahwa dalam kehidupan
sosial ada keteraturan.
d) Pendekatan Holistik
Jika dianalisa, selama ini
pengkajian terhadap Islam, terutama sepreti yang diberikan bagi para pelajar
tingkat ibtidaiyah samapai dengan Aliyah terkesan tidak integral
dan holistik. Biasanya kepada mereka diberikan pengetahuan menegenai Islamyang
sifatnya parsial (sepotong-potong). Bahakan pada sebagaian kelompok atau
individu muslim itu sendiri, mereka mengidentifikasikan dan mengenai islam
dengan tafsir, fiqh, hadist, aqidah, akhlak, tasawuf, dan sebagainya.
Hal ini berakibat pada pengetahuan mereka tentang islam hanyalah berupa
kepingan atau serpihan-serpihan kecil yang nyaris berantakan, tidak sistematis
dan intergral, apalagi universal.
Menurut Afif Muhammad
(1997:70), Pendekatan Holostik merupakan gambaran dari beberapa metode yang
dimaksudkan untuk melihat semua aspek yang terdapat daam suatu pemikiran. Cara
berfikir dedukatif digunkan untuk membuat tipologi, perbandingan digunakan
untuk melihat pengaruh-pengaruh, dan hermeneutika digunakan untuk mengemukakan
hubungan pemikiran dengan gejala-gejala
sosial yang ada, sehingga pemahaman tentang islam akan semakin inegral dan
kopherensif (abuy sodikin,2000) [6]
Dari pembahsan ringkas tentang pendekatan yang
dapat digunakan dalam studi islam ada beberapa
catatan. Pertama, sejumlah teori memang sudah digunakan sejak lama oleh para
ilmuan klasik, meskipun teori-teori tersebut mengalami perkembangan. Kedua, ada
beberapa teori yang mendapat penekanan pada beberapa dekade terakhir.[7]
2.3 Penggunaan Pendekatan Interdisipliner dalam
Studi Islam
Pendekatan
interdisipliner yang dimaksud disini adalah kajian dengan menggunakan sejumlah
pendekatan atau sudut pandang. Dalam studi misalnya menggunakan pendekatan
sosiologis, historis, dan normatif secara bersamaan. Misalnya, dalam mengkaji teks agama, seperti Alqur’an dan sunnah Nabi
tidak hanya mengandalkan pendekatan tekstual, tetapi dilengkapi dengan
pendekatan sosiologis dan historis sekaligus.[8] Pendekatan interdisipliner meliputi :
1)
Studi Islam Lewat Pendekatan Filsafat
Filsafat berasal dari kata philo yang
berarti cinta dan kata shopos yang berarti cinta dan kata shopos yang
beraati ilmu atau hikmah secara etimologi filsafat berarti cinta terhadap ilmu
atau hikmah.
Menurut istilah (terminologi) filsafat
islam adalah cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkan falsafah dan
menciptakan sikap positif terhadap falsafah islam.[9]
Istilah filsafat dapat ditinjau dari dua segi
berikut:
a) Segi
semantik; filsafat berasal dari bahasa arab yaitu falsafah. Dari bahasa Yunani
yaitu philosophia yaitu pengetahuan hikmah (wisdom). Jadi philosophia berarti
cinta pengetahuan, kebijaksanaan, dan kebenaran. Maksudnya adalah orang
menjadikan pengetahuan sebagai tujuan hidupnya dan mengabdikan dirinya kepada
pengetahuan.
b) Segi
praktis; filsafat yaitu alam pikiran artinya berfilsafat itu berpikir. Orang
yang berpikir tentang filsafat disebut filosof. Yaitu orang yang memikirkan
hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh di dalam tugasnya filsafat
merupakan hasil akal manusia yang mencari dan memikirkan sesuatu kebenaran
dengan sedalam-dalamnya. Jadi filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan
sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.
a. Ruang
lingkup filsafat
Filsafat merupakan induk dari segala ilmu yang terdiri
dari gabungan ilmu-ilmu khusus[10].
Dalam perkembangan ilmu-ilmu khusus satu demi satu memisahkan diri dari
induknya yakni filsafat. Ruang lingkup filsafat berdasarkan struktur pengetahuan
yang berkembang dapat dibagi menjadi tiga bidang,sebagai berikut,
1. Filsafat
sistematis terdiri dari:
2. Metafisika
3. Epistemologi
4. Metodologi
5. Logika
6. Etika
7. Estetika
8. Filsafat
khusus terdiri dari:
a) Filasafat
seni
b) Filsafat kebudayaan
c) Filsafat
pendidikan
d) Filsafat
bahasa
e) Filsafat
sejarah
f) Filsafat
budi pekerti
g) Filsafat
politik
h) Filsafat
agama
i) Filsafat
kehidupan
j) Filsafat
nilai
9. Filsafst
keilmuan terdiri dari:
a) Filsafat
ilmu-sssssstik
b) Filsafat psikologi
c) Filsafat
ilmu-ilmu social.
Dalam studi filsafat untuk memahami secara baik
paling tidak kita harus mempelajari lima bidang politik, yaitu:
a. Metafisika
b. Epistimologi
c. Logika
d. Etika
e. Sejarah
filsafat.
b. Dasar Pendekatan Filsafat Islam
Filsafat ilmu merupakan cinta terhadap ilmu/hikmah dan berusaha mendapatkan
falsafah dan menciptakan sikap positif terhadap falsafah islam(berusaha
menjawab dan memecahkan masalah dengan menggunakan analisis spekulatif). Studi Islam lewat pendekatan filsafat menjabarkan tentang Iblis dan
kontroversi penafsiran klasik dan modern sebagai berikut:
Kontroversi
penafsiran tentang iblis dalam al-Quran berawal dari rencana Tuhan untuk
menciptakan dan mempersiapkan seorang khalifat di bumi. Dalam al-Qur’an suran Al-Baqoroh
ayat 30-34. Kisah iblis pada surat di atas, pada awalnya menggambarkan narasi
penciptaan Adam yang oleh tuhan dianggap sebagai “the only one caliph on the
earth”. Amanah kekhalifahan ini rupanya kurang mendapat simpatik di kalangan
malaikat karena itu mereka “memprotes” dan “menolak” kebijakan tersebut.
Menurut Syeikh Musthafa al-Maraghi, perbedaan persepsi di kalangan ulama
mengenai ayat ini berkisar pada dua hal: pertama, iblis adalah sejenis jin
yang berada di tengah ribuan malaikat, berbaur dengan sifat dari sebagian sifat
mereka. Kedua, iblis
itu dari malaikat karena perintah sujud di sini tertuju pada malaikat karena
zahir ayat yang serupa bahwa ia tergolong mereka.
Dalam wacana
tafsir klasid dan modern, persoalan pertama yang muncul ketika memperbincangkan
eksistensi iblis itu adalah makna sujud, yasjudu.
Terhadap kata ini semua mufasir baik klasik dan modern sependapat bahwa
makna kata sujud yang dimaksud adalah sujud tahiyyat, penghormatan, bukan sujud
dalam pengertian ibadah atau menghambakan diri pada Adam. At-tabari dan ar-Razi menafsirkan kata iblis pada ayat yasjudu berasal
dari jenis malaikat. Mereka berpendapat demikian dengan alasan bahwa kata
“istisna”, semua malaikat sujud pada Adam kecuali iblis menunjukkan makna bahwa
iblis itu berasal dari jenis mereka (malaikat).[11]
c. Dasar
Pendekatan Filsafat Islam
Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran
yang bukan hanya mengenai satu segi,tetapi mengenai berbagai segi dari
kehidupan manusia. Sumber ajaran-ajaran yang mengambil berbagai aspek itu
adalah alquran dan hadis.
Dalam kaitan ini diperlukan pendekatan historis
terhadap filsafat Islam yang tidak menekankan pada studi tokoh,tetapi yang
lebih penting lagi adalah memahami proses dialektik. Filsafat Islam sendiri
keberadaanya menimbulkan pro dan kontra. Sebagian yang berpikiran maju dan
bersifat liberal cenderung mau menerima pemikiran filsafat Islam. Bagi mereka
yang berpikiran tradisional kurang mau menerima filsafat.
Islam menjadi jiwa yang
mewarnai suatu pemikiran filsafat,itulah yang disebut filsafat Islam bukan
karena orang yang melakukan kefilsafatan itu orang muslim, tetapi dari segi
obyek membahas mengenai keislaman.
Perkembangan filsafat Islam pada prinsipnya
mampu bersaing dengan filsafat Barat. Dari kedua filsafat ini ditambah dengan
kajian Yahudi, maka tersusunlah sejarah pembahasan teoretis filsafat Islam
dengan filsafat klasik, pada pertengahan dan modern. Hubungan filsafat Yunani
dengan filsfat islam adalah sebagai berikut:
1) Pemikiran filsafat Islam telah dipengaruhi oleh filsafat Yunani.
2) Para filsuf muslim mengambil sebagian besar pandanganya
Aristoteles.
3) Filsuf muslim banyak mengagumi Plato dan mengikutinya pada
berbagai aspek.
Hubungan filsafat Islam dengan filsafat modern
,secara khusus terdapat berbagai usaha yang ditujukan untuk menemukan hubungan
antara keduanya,baik sumber maupun pengantar-pengantar filsafat modern.
Batasannya yaitu terdapat pola titik persamaan dalam pandangan dan pemikiran.
Filsafat Islam juga
dikatakn sebagai ilmu karena di dalamnya terkandung pertanyaan ilmiah,yaitu
bagaimanakah, mengapakah, dan apakah, jawaban atas pertanyaan itu adalah
sebagai berikut:
1) Pengetahuan
yang timbul dari pedoman yang selalu berulang-ulang.
2) Pengetahuan
yang timbul dari pedoman yang terkandung dalam adat istiadat yang berlaju dalam
masyrakat.
3) Pengetahuan
yang timbul dari pedoman yang dipakai suatu hal dijadikan pegangan.
d. Konsep
Filsafat Islam
1) Konsep
Ar-Razi
Abu Bakar Muhammad
Ibn Zakaria Al- Razi lahir di Rai kota dekat Teheran pada tahun 862 M.
Falsafahnya terkenal dengan Lima Yang Kekal.[12]
a. Materi;
merupakan apa yang ditangkap panca indra tentang benda itu
b. Ruang ;
karena materi mengambil tempat.
c. Zaman:
karena materi berubah-ubah keadaannya.
d. Adanya roh
e. Adanya
Pencipta.
2) Konsep Al
Farabi
Abu Ali Husin
Ibn Sina lahir di Afsyana 980 M. di dekat Bukhara. Terkenal dengan
a. Falsafah
Jiwa,
b. Falsafah
Wahyu dan Nabi,
c. Falsafah
Wujud.
3) Konsep Al
Kindi
Ya’kub Ibn
Ishaq Al Kindi berasal dari Kindah di Yaman.tahun 796 M. terkenak dengan:
a. Falsafah
Ketuhanan
b. Falsafah
Jiwa
2)
Studi Islam Lewat Pendekatan Sosiologi
Sosiologi
diartikan sebagai suatu ilmu yang menggambarkan tentang keadaan mayarakat
lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang
saling berkaitan. Sosiologi digunakan dalam pendekatan studi islam adalah untuk
memahami islam dari aspek sosial yang berkembang dimasyarakat, dengan kata lain
sebagai studi yang memanfaatkan sosiologi untuk menjelaskakonsep pendidikan dan
memecahkan problema yang dihadapinya. Pendekatan sosiologi dalam praktiknya,
bukan saja mengenai masalah pendidikan tetapi bidang agama juga.
Misalnya
mengenai Salah satu implikasi teologis terhadap penafsiran ayat-ayat al-Qur’an
dan hadist mengenai wanita. Wanita Islam dalam kontekstual adalah munculnya
rasa takut dan berdosa bagi kaum wanita bila ingin “menggugat”dan menolak
penafsiran atas diri mereka yang tidak hanya disubordinasikan dari kaum laki-laki,
tetapi juga dilecehkan hak dan martabatnya. Akibatnya secara sosiologis mereka
terpaksa menerima kenyataan-kenyataan diskriminatif bahwa lelaki serba lebih
dari perempuan, terutama dalam hal-hal seperti: pertama, wanita adalah makhluk
lemah karena tercipta dari tulang rusuk pria yang bengkok; kedua, wanita
separuh harga laki-laki; ketiga, wanita boleh diperistri
hingga empat; keempat: wanita tidak bisa menjadi
pemimpin Negara.
Dalam kejadian wanitam, kata nafs pada surat An-nisa
ayat 1, tidak ditafsirkan Adam, seperti anggapan mufasir tradisional, sebab
konteks awal turunnya ayat ini tidak hanya bermaksud menolak atau mengklaim
tradisi-tradisi jahiliyyah yang masih masih menganggap wanita sebagai makhluk
yang rendah dan hina, tapi juga sekaligus mengangkat harkat dan martabat
mereka, sebagaimana terlihat pada ayat sesudahnya. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan pemahaman yang sesuai dengan konteks ayat ini, maka kata nafs harus
ditafsirkan dengan jenis sebagaimana dipahami para mufasir modern, bahwa baik
laki-laki maupun perempuan diciptakan dengan jenis yang sama.[13]
3)
Studi Islam Pendekatan Sejarah
Sejarah
merupakan ilmu yang membahas berbagai kejadian atau masalah yang terjadi dimasa
lampau. Melalui pendekatan sejarah ini, ilmu pendidikan islam akan memiliki landasan
sejarah yang kuat sehingga terjadi hubungan dan mata rantai yang jelas antara
pendidikan yang dilaksanakan sekarng dengan pendidikan yang pernah ada dimasa
lalu. Yang dimaksud pendekatan sejarah(historis) adalah meninjau suatu
permsalahan dari sudut tinjauan sejarah, dan menganalisisnya dan menggunakan
metode analisis sejarah. Melalui pendekatan sejarah ditemukan :
Sejak
kedatangan Islam, umat islam tergerak hati dan pemikirannya terhadap
penyelenggaraan pendidikan.
Model
pendidikan islam terdiri dari informal,formal,non formal.Lembaga pendidikan
dibangun secara dinamis.[14]
3.1 Kesimpulan
Pengertian Studi Islam
interdisipliner adalah cara pandang terhadap sebuah masalah dari berbagai sudut
pandang ilmu pengetahuan.
Penggunaan Pendekatan Interdisipliner dalam Studi Islam Pendekatan interdisipliner yang dimaksud disini adalah kajian
dengan menggunakan sejumlah pendekatan atau sudut pandang. Dalam studi misalnya
menggunakan pendekatan sosiologis, historis, dan normatif secara bersamaan.
Misalnya, dalam mengkaji teks agama, seperti Alqur’an
dan sunnah Nabi tidak hanya mengandalkan pendekatan tekstual, tetapi dilengkapi
dengan pendekatan sosiologis dan historis sekaligus.[15] Pendekatan interdisipliner meliputi :
ð
Studi
Islam Lewat Pendekatan Filsafat
ð Studi Islam Lewat Pendekatan Sosiologi
ð Studi Islam Pendekatan Sejarah
DAFTAR PUSTAKA
Sihombing, Buyung Ali dan Baharuddin. 2005. Metode
Studi Islam. Bandung:
Citapusaka Media Banung.
Arfa, Faisar Ananda. 2015. Metode Studi
Islam Jalan Tengah Memahami Islam. Jakarta:
PT Grafindo Persada.
Nata, abuddin. 2004. Metodelogi Studi Islam.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Supiana. 2012. Metodologi Studi Islam.
Jakarta: UIN Jakarta.
https://achmadslametblog.wordpress.com/2016/02/05/bab-5-studi-islam-interdisipliner/
h.28- 29
[5] Faisar Ananda Arifa dkk, Metode Studi Islam Jalan Tengah Memahami Islam
(Jakarta: PT Raja Grapindo Persada,
2015), h.11
[6]
Supiana, Metodelogi Studi Islam,
(Jakarta: UIN Jakarta, 2009).
[7]
Prof. Dr. H. Khoiruddin
Nasution,MA, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: ACAdeMIA + TAZZAFA,
2009,hlm. 232-234
[9]
M. Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer, Jakarta: Amzah, 2006, hlm.290
[10]
Op.Cit.,M. Yatimin Abdullah. hlm.292