EVALUASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kebijakan
Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. Dedik, MA
Disusun Oleh Kelompok 5:
Ika Nurhasanah
Munirsyah Simatupang
Pendidikan Agama Islam-2
Semester V (Lima)
Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Medan
2018
Kata
Pengantar
Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala
puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam. Karena tanpa rahmat dan kasih sayang-Nya, kami
tak akan dapat menyelesaikan makalah kami tepat pada waktunya. Dan tak lupa,
sholawat serta salam semoga senantiasa terlimpah kepada junjungan kita, nabi
agung Muhammad SAW.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok
untuk mata kuliah Kebijakan Pendidikan pada semester V dengan mengangkat tema “Evaluasi Kebijakan Pendidikan” Diharapkan, tugas ini akan dapat membuka pengetahuan pembaca.
Kami ucapkan terima kasih kepada selaku dosen
pengampu mata kuliah Kebijakan Pendidikan yang telah memberi kami kesempatan
untuk memaparkan materi ini serta telah membimbing kami dalam menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Juga,
kepada semua pihak yang telah berperan dalam penyusunan makalah ini, kami
ucapkan terima kasih.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari
adanya banyak kekurangan serta kesalahan yang bertebaran di dalamnya, maka kami
mengharapkan kritik serta saran yang membangun sehingga di kemudian hari akan
menjadi lebih baik. Kami berharap bahwa makalah ini akan bermanfaat bagi
pembacanya.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Medan, 12
Oktober 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar................................................................................................ i
Daftar Isi.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A.
Latar Belakang...................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan Penulis....................................................................................... 2
BAB II
Evaluasi Kebijakan Pendidikan....................................................... 3
A.
Pengertian Evaluasi Kebijakan Pendidikan.......................................... 3
B.
Model-Model Evaluasi Kebijakan Pendidikan..................................... 5
C.
Kriteria Evaluasi Kebijakan Pendidikan............................................. 14
D.
Evaluasi Proses Kebijakan Pendidikan............................................... 15
E. Permaslahan Dalam
Evaluasi Kebijakan Pendidikan.......................... 16
BAB V PENUTUP....................................................................................... 17
A. Kesimpulan......................................................................................... 17
B. Saran................................................................................................... 18
Daftar
Pustaka...............................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah evaluasi dimulai di Tiongkok (Cina)
pada Tahun 2000 SM. Evaluasi dipergunakan untuk mengevaluasi para pegawai
kerajaan. Pada abad ke-19 di Inggris sudah
dibentuk Royal Commision yang bertugas
mengevaluasi layanan publik. Di Indonesia evaluasi sudah dilaksanakan pada zaman
penjajahan Belanda. Evaluasi ini dikenal dengan alat ukur yang ada kaitannya dengan ilmu-ilmu
pengetahun.
Dalam melaksanakan suatu program, pastilah dibutuhkan evaluasi.
Begitu pula dalam proses perumusan kebijakan pendidikan. Setelah proses
formulasi hingga pelaksanaan kebijakan, barulah dilakukan evaluasi kebijakan.
Pengadaan evaluasi ini burfungsi untuk mengetahui seberapa jauh program yang telah
dirumuskan dan dilaksanakan berjalan dan sebagai perbaikan untuk program yang
selanjutnya.
Evaluasi yang dilakukan dalam kebijakan pendidikan merupakan proses
akhir dari seluruh langkah-langkah untuk merumuskan kebijakan. Dalam melakukan
proses terakhir ini terdapat beberapa model yang dapat digunakan dalam menilai
hasil-hasil kebijakan. Model inilah yang menjadi langkah selanjutnya setelah
melihat permasalahan yang ada dalam perumusan kebijakan.
Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan
adanya sebuah kajian evaluasi kebijakan guna pembelajaran dan sebagai
pengetahuan lebih mendalam untuk selanjutnya dapat diterapkan dalam sebuah
proses penilaian. Oleh karena
itu, dalam makalah ini, kami sebagai penulis akan memaparkan mengenai evaluasi
kebijakan yang terfokus pada model, proses dan permasalahan saat evaluasi dalam
ranah pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian Evaluasi Kebijakan Pendidikan?
2.
Apa saja model evaluasi kebijakan pendidikan?
3.
Bagaimana kretria Evaluasi Kebijakan
pendidikan?
4.
Bagaimana evaluasi proses kebijakan
pendidikan?
5.
Apa permasalahan dalam evaluasi kebijakan
pendidikan?
C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas, maka dapat ditarik suatu
tujuan penulis dianataranya adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian evaluasi kebijakan pendidikan
2. Untuk mengetahui model evaluasi kebijakan pedidikan
3. Untuk menegtahui kriteria evaluasi kebijakan pendidikan
4. Untuk mengetahui evaluasi proses kebijakan pendidikan
5. Untuk mengetahui permasalahan dalam evaluasi kebijakan pendidikan
BAB II
Evaluasi Kebijakan Pendidikan
A.
Pengertian Evaluasi Kebijakan Pendidikan
Dari
segi bahasa evaluasi berasal dari kata bahasa inggris “evaluation” yang
diserap dalam perbendaharaan istilah bahasa Indonesia dengan tujuan
mempertahankan kata aslinya dengan sedikit penyesuaian lafal Indonesia menjadi
“evaluasi” yang dapat diartikan memberikan penilian
dengan membandingkan sesuatu hal dengan satuan
tertententu sehingga bersifat kuantitatif.
Pengertian evaluasi yang bersumber dari kamus Oxford Advanced Leaner’s
Dictionary of Current English evaluasi
adalah to find out, decide the amount or value yang artinya suatu upaya untuk
menentukan nilai atau jumlah. Selain arti berdasarkan
terjemahan, kata -kata yang terkandung dalam definisi
tersebut menunjukkan bahwa kegiatan evaluasi harus dilakukan secara hati-hati, bertangung
jawab, menggunakan strategi dan dapat dipertanggung
jawabkan.[1]
Menurut
Gilbert Sax yang dikutip dalam buku Evaluasi pendidikan Islam karya Nurmawanti
evaluasi adalah suatu proses menentukan keputusan tentang nilai yang didasarkan
pada hasil berbagai pengamatan dari latar belakang orang yang mengevaluasi.
Definisi tersebut lebih komperhensip karena evaluasi tersebut merupakan suatu
proses menentukan keputusan tentang nilai dari sesuatu yang dinilai didasarkan
pada hasil berbagai pengamatan dari latar belakang orang yang mengevaluasi.[2]
Sedangkan
pengertian kebijakan menurut Suharto
kebijakan merupakan suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk
mengarahkan cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam
mencapai tujuan tertentu.[3]
Menurut Samodra Wibawa, kebijakan adalah sebagai
suatu sistem yang memiliki tiga buah komponen yang berinteraksi secara timbal balik.
Tiga komponen
tersebut yaitu pelaku kebijakan, lingkungan kebijakan dan kebijakan publik
itu sendiri. Ketiga komponen ini saling mempengaruhi satu sama lain. Komponen-komponen
itu dapat dijelaskan secara rinci:
1.
Pelaku
kebijakan, yakni badan pemerintahan maupun orang atau lembaga nonpemerintah yang
terlibat dalam pembuatan kebijakan. Mereka dapat mempengaruhi
dan sekaligus terkena pengaruh darisuatu kebijakan.
2.
Lingkungan
kebijakan. Yang dimaksud dengan lingkungan bukannya orangorang atau
lembaga yang berada di sekitar dan mempengaruhi pemerintah selaku
penentu akhir suatu kebijakan (mereka ini semua termasuk dalam kotak pelaku/aktor
kebijakan) melainkan lebih menunjuk kepada bidang-bidang kehidupan
masyarakat yang dapat atau perlu dipengaruhi oleh pelaku kebijakan.
3.
Kebijakan publik, yaitu serangkaian pilihan
tindakan pemerintah untuk menjawab tantangan (atau memecahkan masalah) kehidupan masyarakat.[4]
Sedangkan pengertian kebijakan pendidikan
merupakan terjemahan dari “Educational policy” yang tergabung dari kata educational
dan policy. Yang bermakna bahwa kebijakan itu seperangkat aturan,
sedangkan pendidikan menunjuk kepada bidangnya. Dengan demikian kebijakan
pendidikan adalah kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Dari penjelasan diatas mengenai pengertian
evaluasi, kebijakan, dan kebijakan pendidikan, maka kami menarik kesimpulan
bahwa pengertian dari evaluasi kebijakan pendidikan adalah sebuah penilaian dan
perbandingan yang dilakukan dengan hasil pengamatan secara terencana dan
konsisten dalam tercapainya sebuah komponen kebijakan yaitu pelaku kebijakan, lingkungan
kebijakan, dan kebijakan publik yang sesuai dengan ketetapan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan yang
secara kuantitatif dan dapat dipertanggung jawabkan.
B.
Model Evaluasi Kebijakan Pendidikan
Dalam evaluasi program juga dikenal berbagai macam
model evaluasi program. Seperti yang dijelaskan oleh Wirawan yang dikutip dalam buku Firyal akbar, yang menjelaskan mengenai beberapa
bentuk/model evaluasi yakni :
1.
Model Evaluasi Berbasis
Tujuan
Model
Evaluasi Berbasis Tujuan dalam Bahasa Inggris disebut
Goal Based Evaluation Model atau Objective
Oriented Evaluation atau Objective-Referenced Evaluation
Model atau Objective Oriented Approach
atau Behavioral
Objective Approach merupakan model
evaluasi tertua
dan dikembangkan oleh Ralph W Tyler. Ia mendefinisikan
evaluasi sebagai "process of determining to
what extent the educational objective are actually being realized” yang artinya proses pemahaman sampai sejauh mana tujuan
pendidikan benar-benar di wujudkan.
Model
Evaluasi Berbasis Tujuan dirancang dan dilaksanakan
dengan proses sebagai berikut :
1.
Mengidentifikasi Tujuan: Mengidentifikasi dan mendefinisikan tujuan atau objektif intervensi,
layanan dari program yang tercantum dalam rencana
program. Objektif program kemudian dirumuskan
dalam indikator-indikator kuantitas dan kualitas yang
diukur.
2.
Merumuskan
Tujuan: Menjadi Indikator-Indikator: Evaluator
merumuskan tujuan program menjadi indikator-indikator
kuantitatif dan kualitatif yang dapat diukur.
3. Mengembangkan Metode Dan
Instrumen Untuk menjaring Data: Evaluator
menentukan apakah akan menggunakan metode kuantitatif atau kualitatif atau campuran.
Mengembangkan instrumen untuk menjaring data. Jenis
instrumen tergantung pada metode yang dipergunakan.[5]
4. Memastikan Program Telah
Berakhir Dalam Mencapai Tujuan Layanan: Intervensi dari program telah dilaksanakan
dan ada indikator mencapai pencapaian tujuan,
pengaruh atau perubahan yang diharapkan.
5. Menjaring Dan Menganalisis Data/Informasi Mengenai Indikator-Indikator Program: Menjaring
dan menganalisis
data/ mengenai semua indikator program dalam butir
(2).
6. Kesimpulan: Mengukur hasil pencapaian
program, atau pengaruh intervensi atau perubahan yang diharapkan dari
pelaksanaan program dan membandingkan dengan objektif
yang direncanakan dalam rencana program untuk menentukan apakah terjadi ketimpangan.
Gambar 1: proses model evaluasi berbasis tujuan[6]
Dapat disimpulkan bahwa model
evaluasi berbasis tujuan ialah mengevaluasi suatu tujuan yang telah dirancang
melalui proses identifikasi tujuan, perumusan tujuan, mengembangkan metode data
dan instrumen data, serta suatu program yang berakhir dengan tercapainya tujuan
layanan dan menganalisis data serta menarik kesimpulan dalam pendidikan.
2.
Model Evaluasi Bebas Tujuan (Goal Free Evaluation
Model)
Dikemukakan
oleh Michael Scriven pada tahn 1973,Scriven
mengemukakan bahwa dalam melaksanakan evaluasi program, evaluator
tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan program. Yang
perlu diperhatikan dalam program tersebut adalah bagaimana kerjanya
(kinerja) suatu program, dengan jalan mengidentifikasi penampilan-penampilan yang
terjadi (pengaruh) baik hal-hal yang positif (yaitu hal yang
diharapkan) maupun hal-hal yang negatif (yang tidak diharapkan).
Evaluasi model goal free evaluation, fokus pada adanya
perubahan perilaku
yang terjadi sebagai dampak dari program yang diimplementasikan, melihat
dampak sampingan baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan,
dan membandingkan dengan sebelum program dilakukan.Evaluasi juga membandingkan
antara hasil yang dicapai dengan besarnya biaya yang
dikeluarkan untuk program tersebut atau melakukan cost benefit
analysis.
Model goal free evaluation merupakan titik evaluasi program,
di mana objek
yang dievaluasi tidak perlu terkait dengan tujuan dari objek atau subjek
tersebut, tetapi langsung kepada implikasi keberadaan program apakah
bermanfaat atau tidak objek tersebut atas dasar penilaian kebutuhan yang
ada.
Tujuan program tidak perlu diperhatikan karena kemungkinan
evaluator terlalu rinci mengamati tiap-tiap tujuan khusus. Jika masing-masing
tujuan khusus
tercapai, artinya terpenuhi dalam penampilan tetapi evaluator lupa memperhatikan
sejauh mana masing-masing penampilan tersebut mendukung penampilan
terakhir yang diharapkan oleh tujuan umum maka akibatnya jumlah
penampilan khusus ini tidak banyak bermanfaat. [7]
Ciri-ciri evaluasi bebas tujuan yaitu:
1.
Evaluator sengaja menghindar untuk mengetahui
tujuan program.
2.
Tujuan yang telah dirumuskan terlebih dahulu
tidak dibenarkan menyempitkan fokus evaluasi.
3.
Evaluasi bebas tujuan berfokus pada hasil yang sebenarnya, bukan pada hasil yang
direncanakan.
4.
Hubungan
evaluator dan manajer atau dengan karyawan proyek dibuat seminimal
mungkin.
Adapun pengaruh Suatu program dari model evaluasi bebas tujuan mempunyai tiga jenis pengaruh yaitu:
Gambar 2:
pengaruh suatu program
Penjelasan skema:
a. Pengaruh Sampingan Yang Negatif
Yaitu pengaruh sampingan yang tidak dikehendaki oleh program. Ini seperti
jika orang meminum obat atau pengobatan yang sering
mempunyai efek sampingan yang tidak dikehendaki.
b. Pengaruh Positif Yang Ditetapkan Oleh Tujuan Program
Suatu
program mempunyai tujuan yang ditetapkan oleh rencana
program. Tujuan
program merupakan apa yang akan dicapai atau perubahan
atau pengaruh yang diharapkan dengan layanan atau perlakuan program.
c. Pengaruh Sampingan Positif
Model Goal Free Evaluation berfokus pada hasil tanpa goal
(tujuan), sementara model lain berfokus pada proses pengambilan keputusan dan menyediakan
administrator kunci dengan analisis mendalam untuk membuat keputusan
yang adil dan tidak bias. Fungsi evaluasi bebas tujuan adalah untuk
mengurangi bias dan menambah objektifitas. Dalam evaluasi yang berorientasi
pada tujuan, seorang evaluator secara subjektif persepsinya akan
membatasi sesuai dengan tujuan.[10]
Dapat disimpulkan bahwa model goal free
evalution adalah model yang berfokus pada hasil tanpa tujuan objek yang dievaluasi tidak perlu terkait dengan tujuan dari objek
atau subjek
tersebut.
3.
Model Evaluasi Formatif dan Sumatif
Model
evaluasi formatif dan sumatif mulai dilakukan ketika kebijakan
program atau proyek mulai dilaksanakan (evaluasi formatif) dan sampai akhir pelaksanaan program (evaluasi
sumatif).
a. Evaluasi Formatif
Istilah
evaluasi formatif (formative evaluation) diperkenalkan
oleh Michael Scriven pada tahun 1967 yang awalnya ia
menggunakan istilah outcome evaluation of an
intermediate stage in development of the teaching instrument yang artinya evaluasi merupakan hasil dari tahap
peralihan dalam pengembangan instrumen pengajaran. The Program Evaluation
Standards mendefinisikan evaluasi formatif
sebagai evaluasi yang didesain dan dipakai untuk memperbaiki
suatu objek, terutama ketika objek tersebut sedang
dikembangkan. Sepanjang pelaksanaan kebijakan, program atau proyek dapat dilakukan
sejumlah evaluasi formatif sesuai dengan kebutuhan atau kontrak kerja evaluasi.
Adapun program evaluasi formatif yang sesuai
dengan kebutuhan atau kontrak kerja evaluasi yaitu:
1.)
Untuk
mengukur hasil pelaksanaan program secara periodik
2.)
Untuk
mengukur apakah klien/partisipan bergerak ke arah tujuan
yang direncanakan. program atau proyek
3.)
Untuk
mengukur apakah sumber-sumber telah dipergunakan
sesuai dengan rencana
b. Evaluasi
Sumatif
Evaluasi
sumatif dilaksanakan pada akhir pelaksanaan program.
Evaluasi ini mengukur kinerja akhir objek evaluasi.
Evaluasi sumatif berupaya untuk mengukur indikator-indikator
sebagai berikut:
1.)
Hasil
dan pengaruh layanan atau intervensi program
2.)
Mengukur
persepsi klien mengenai layanan dan intervensi
program
3.)
Menentukan
cost effectiveness, cost efficiency, dan cost benefit program evaluasi sumatif dilakukan dengan tujuan
untuk.
4.)
Menentukan
sukses keseluruhan pelaksanaan program
5.)
Menentukan
apakah tujuan umum dan tujuan khusus program telah
tercapai
6.)
Menentukan
apakah klien mendapatkan manfaat dari program
7.)
Menentukan
komponen yang mana yang paling efektif dalam program
8.)
Melakukan
keluaran yang tidak diantisipasi dari program
9.)
Menetukan
cost dan benefit program
10.)
Mengkomunikasikan
temuan evaluasi kepada para pemangku kepentingan
11.)
Mengambil
keputusan apakah, program harus dihentikan, dikembangkan, atau dilkasanakan ditempat lain.[12]
Dapat
disimpulkan bahwa model ini adalah suatu evaluasi yang merupakan hasil dari tahap peralihan
dalam pengembangan instrumen pengajaran serta mengukur
kinerja akhir objek evaluasi.
4.
Model Evaluasi Responsif
Model
Evaluasi Responsif (Responsive Evaluation Model)
dikembangkan pada tahun 1975 oleh Robert Stake. Menurut
Stake, evaluasi disebut responsif jika memenuhi tiga
criteria yaitu:
a. Lebih berorientasi secara langsung kepada
aktifitas program dari pada tujuan program
b. Merespon kepada persyaratan kebutuhan informasi dari
audiens, dan
c. Perspektif nilai-nilai yang berbeda dari
orang-orang dilayani dilaporkan dalam kesuksesan dan
kegagalan dari program.
Menurut
Stake, evaluator pendidikan harus bekerja untuk
mendapatkan dukungan para pendidik yang menyajikan
layanan pendidikan. Evaluator melayani berbagai jenis
klien termasuk para guru, para administrator sekolah, pengembang kurikulum, pembayar pajak,
para legislator, sponsor finansial dan masyarakat umumnya yang
sering mempunyai perbedaan kebutuhan.[13]
Adapun proses
pelaksanaan Model Evaluasi Responsif dilukiskan dengan gambar skema:
Gambar 3: Proses Model Evaluasi Responsif
Penjelasan:
1.
Evaluator
mengidentifikasi jenis dan jumlah setiap pemangku
kepentingan (respondent). Jika jenisnya terlalu
banyak, maka harus di ranking berdasarkan pentingnya
setiap pemangku kepentingan bagi program.
Evaluasi mengalami keterbatasan sumber dan waktu
pelaksanaan evaluasi.
2.
Melakukan
dengar pendapat dengan pemangku kepentingan evaluator dapat mengunjungi sampel pemangku
kepentingan secar langsung dan berbincang-bincang dengan mereka atau mengumpulkan
mereka disuatu tempat. Dengar pendapat merupakan bagian dari penelitian pendahuluan.
3.
Menyusun
proposal evaluasi
Proposal evaluasi disusun dengan memperhatikan pendapat para pemangku
kepentingan. Misalnya, pernyataan evaluasi dan jenis
informasi yang akan dijaring memerhatikan kebutuhan dan
harapan para pemangku kepentingan mengenai
program.
4.
Melaksanakan
evaluasi
Dalam melaksanakan evaluasi disamping harus melakukan komunikasi dengan
pimpinan dan
staf program, evaluator harus juga melakukan komunikasi dengan para pemangku kepentingan.
5.
Membahas
hasil evaluasi dengan para pemangku kepentingan
Draf hasil evaluasi disamping dibahas dengan pimpinan
dan staf proyek juga dibahas dengan para pemangku
kepentingan. Masukan, kritik, dan saran dari mereka
sebanyak mungkin harus diperhatikan. Akan tetapi,
dapat terjadi para pemangku kepentingan mempunyai
pendapat yang bertentangan dan tak mungkin
disatukan.
6.
Pemanfaatan
hasil evaluasi
Dapat disimpulkan bahwa model ini adalah
berorientasi secara langsung kepada aktivitas program dari pada tujuan program,
dengan kata lain model ini lebih menekankan kepada bergerak langsung untuk
menidentifikasi aktivitas program dari pada tujuan program tersebut.
5.
Model Evaluasi Context, Input, Process, dan Product
(CIPP)
Model
ini dikembangkan oleh Stufflebeam pada tahun 1966,
model CIPP yang merupakan sebuah singkatan dari huruf awal empat buah kata, yaitu Context,
Input, Process, and Product.
Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut
merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari proses
sebuah program kegiatan. Dengan kata lain, model CIPP adalah model evaluasi
yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem.[15]
Stufflebeam mendefinisikan evaluasi sebagai proses melukiskan (delineating),
memperoleh, dan menyediakan informasi yang berguna
untuk menilai alternatif-alternatif pengambilan
keputusan.
Melukiskan
artinya menspesifikasi,
mendefinisikan, dan menjelaskan untuk memfokuskan
informasi yang diperlukan oleh para pengambil
keputusan. Memperoleh artinya dengan memakai pengukuran dan
statistik untuk mengumpulkan, mengorganisasi dan menganalisis
informasi. Menyediakan artinya mensintensiskan informasi sehingga akan melayani dengan
baik kebutuhan evaluasi para pemangku kepentingan
evaluasi. Stufflebeam menyatakan model evaluasi CIPP
merupakan kerangka yang komprehensif untuk
mengarahkan pelaksanaan evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif terhadap objek program, proyek, personalia,
produk, institusi, dan sistem.
Model
ini dikonfigurasi
untuk dipakai oleh evaluator internal yang dilakukan
oleh organisasi evaluator. evaluasi diri
yang dilakukan
oleh tim proyek, atau penyedian layanan individual
yang dikontrak atau dipakai oleh evaluator
eksternal.[16]
Model
evaluasi ini dipakai secara meluas di seluruh dunia dan
dipakai untuk mengevaluasi berbagai disiplin dan layanan
misalnya pendidikan, perumahan, pengembangan masyarakat, transportasi dan system evaluasi
personalia militer. Model CIPP terdiri dari empat jenis evaluasi, yaitu: Evaluasi Konteks
(Context Evaluation), Evaluasi Masukan (Input Evaluation), Evaluasi Proses (Process Evaluation), dan Evaluasi
Produk (Product Evaluation) yang dilukiskan pada gambar dibawah ini:
Gambar 4: Model CIPP
Penjelasan:
1.
Evaluasi
Konteks
Menurut
Daniel Stufflebeam Evaluasi konteks untuk menjawab pertanyaan: apa yang
perlu dilakukan? (What needs to be done?) Evaluasi ini mengidentifikasikan
dan menilai kebutuhan-kebutuhan yang mendasari disusunnya suatu
program.[17]
2.
Evaluasi
Masukan
Evaluasi masukan untuk mencari jawaban atas
pertanyaan: apa yang harus dilakukan? (What should be
done?) Evaluasi ini mengidentifikasi dan
problem, aset, dan peluang untuk membantu para pengambil
keputusan mendefinisikan tujuan, prioritasprioritas, dan
membantu kelompok-kelompok lebih luas pemakai untuk
menilai tujuan, prioritas, dan manfaat-manfaat dari
program, meniali pendekatan alternatif, rencana
tindakan, rencana staf, dan anggaran untuk feasibiltas dan
potensi cost effectiveness untuk memenuhi
kebutuhan dan tujuan yang ditargetkan.
3.
Evaluasi
Proses
Evaluasi proses berupaya untuk mencari jawaban
atas pertanyaan: Apakah program sedang dilaksanakan? (is it being done?) Evaluasi ini berupaya
mengakses pelaksanaan dari rencana untuk membantu staf program
melaksanakan aktivitas dan kemudian membantu kelompok pemakai yang lebih luas
menilai program dan menginterpretasikan manfaat.
4.
Evaluasi
Produk
Evaluasi produk diarahkan untuk mencari jawaban
pertanyaan: Did it suceed? Evaluasi ini berupaya
mengidentifikasi dan mengakses keluaran dan manfaat,
baik yang direncanakan atau tidak direncanakan,
baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Keduanya untuk membanyu
staf menjaga upaya memfokuskan pada mencapai manfaat yang penting dan akhirnya untuk
membantu kelompok-kelompok pemakai lebih luas mengukur
kesuksesan upaya dalam mencapai kebutuhan-kebutuhan yang ditargetkan.
Menurut
Stufflebeam, Model Evaluasi Model CIPP bersifat
linier. Artinya, Evaluasi Input harus didahului Evaluasi
Context; Evaluasi proses harus didahului
oleh Evaluasi
input; sesungguhpun demikian menurut Stufflebeam
dalam Model Evaluasi CIPP juga dikenal evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif.[18]
Dapat disimpulkan bahwa model ini adalah menfokuskan
informasi yang diperlukan oleh para pengambil keputusan dengan memakai
pengukuran dan statistik untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi berbagai disiplin dan layanan misalnya pendidikan, perumahan, pengembangan
masyarakat, transportasi dan system evaluasi
personalia militer.
C.
Kriteria Kebijakan Pendidikan
Menurut Dunn terdapat enam kriteria yang
digunakan untuk menilai sebuah kinerja berhasil atau tidak berhasil, yaitu:
1.
Efektivitas: yaitu fokus dari kriteria ini terletak pada
pencapaian hasil. Efektivitas berkaitan dengan rasionalitas teknis, selalu diukur dari unit produk atau layanan maupun nilai moneternya.
2.
Efisiensi: yaitu berkaitan dengan jumlah usaha
yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu.
3.
Kecukupan: yaitu berkaitan dengan seberapa
jauh suatu tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang
menumbuhkan adanya masalah.
4.
Kesamaan: yaitu berkaitan
dengan rasionalitas legal dan sosial dan menunjuk kepada
distribusi akibat dan usaha secara merata antara kelompok-kelompok
yang berbeda dalam masyarakat.
5.
Responsivitas: yaitu berkaitan
dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan
kebutuhan, preferensi atau nilai masyarakat.
6.
Ketepatan: yaitu
berkaitan dengan rasionalitas substantif, karena pertanyaan
tentang hal ini tidak berkenaan dengan satuan criteria individu
tetapi dua atau lebih kriteria secara bersama-sama. Kriteria ketepatan
cenderung menganalisis mengenai manfaat dari suatu kebijakan
terhadap kelompok sasaran. [19]
D.
Evaluasi Proses kebijakan pendidikan
Evaluasi kebijakan berarti penilaian terhadap hasil program yang
telah direncanakan dan laksanakan oleh pemerintah. Sebagaimana telah
disampaikan sebelumnya bahwa spesifikasi kriteria evaluasi itu beragam. Secara
umum, proses evaluasi menurut Patton dan Sawicki yang dikembangkan pada tahun 1986 yang dikutip oleh nanang dalam bukunya Analisis Kebijakan Pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Mengdentifikasi tujuan yang akan dievaluasi.
2.
Analisis
masalah yang harus ditangani oleh aktivitas kebijakan tersebut.
3.
Deskripsi
dan standarisasi dari aktivitas evaluasi.
4.
Pengukuran
tingkat perubahan yang terjadi.
5.
Penentuan
mengenai apakah perubahan itu terjadi karena aktivitas atau karena penyebab
lain.
Melihat proses di atas, dalam mengidentifikasi dan analisis masalah
dapat dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan, dimana pertanyaan
tersebut membutuhkan jawaban yang sesuai dengan tujuan program.
Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan diantaranya:
1. Apa hakikat dari isi tujuan tersebut?
2. Siapa target dari program tersebut?
3. Kapan perubahan yang diinginkan itu harus muncul?
4. Apakah tujuan itu bersifat seragam atau beragam?
5. Seberapa besar pengaruh yang diinginkan?
E.
Permasalahan dalam Evaluasi Kebijakan
Pendidikan
Dalam pelaksanaan evaluasi kebijakan, tidak terlepas dari masalah-masalah
yang sering terjadi pada saat pelaksanaan evaluasi ini, diantaranya:
1.
Apabila tujuan kebijakan tidak jelas,
ketidakjelasan dapat disebabkan oleh adaya kompromi yang dipaksakan yang
terjadi pada langkah pertama pembuatan kebijakan.
2.
Cepatnya perkembangan masyarakat. Perkembangan
masyarakat ini dianggap masalah karena dapat menyulitkan evaluasi kebijakan,
karena jika masalah pada masa ini diselesaikan maka sudah tidak relevan dengan
masa yang akan datang yang pasti diikuti dengan masalah yang baru.
3.
Ketidakjelasan masalah. Hal ini berkaitan dengan sumber dan gejala
masalah dimana beberapa pihak mengasumsikan sumber dan gejala masalah sesuai dengan
pandangannya, sehingga sumber dan gejala masalah dianggap tidak jelas.
4.
Terkaitnya antara masalah satu dengan masalah
lain. Sebagai contoh; sukar memisahkan antara masalah kebodohan,
keterbelakangan dan kemiskinan. Sebab, pada masyarakat yang bodoh dan
keterbelakangan cenderung miskin dan sebaliknya pada masyarakat yang miskin
juga cenderung bodoh dan keterbelakang.
5.
Subjektifnya masalah kebijaksanaan, hal ini
dapat diketahui dari berbedanya masalah menurut presepsi orang satu dengan
menurut persepsi orang lain. Bahkan sesuatu yang oleh seseorang dianggap
sebagai suatu masalah yang harus dipecahkan, justru dinggap sebagai sesuatu
yang menguntungkan dan oleh karena itu harus dipertahankan.[21]
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjabaran diatas maka, kami selaku pemakalah mengambil kesimpulan
diantaranya:
1.
Pengertian evaluasi kebijakan pendidikan
pengertian dari evaluasi kebijakan pendidikan adalah sebuah penilaian dan
perbandingan yang dilakukan dengan hasil pengamatan secara terencana dan
konsisten dalam tercapainya sebuah komponen kebijakan yaitu pelaku kebijakan,
lingkungan kebijakan, dan kebijakan publik yang sesuai dengan ketetapan
kebijakan pemerintah dalam bidang
pendidikan yang secara kuantitatif dan dapat dipertanggung jawabkan.
2.
Model- model evaluasi kebijakan pendidikan
yaitu:
a.
Model
Evaluasi Berbasis Tujuan,
b.
Model Evaluasi Bebas Tujuan,
c.
Model Evaluasi Formatif Dan Sumatif,
d.
Model Evaluasi Responsif,
e.
Model Evaluasi Context, Input, Process dan
Product (CIPP)
3.
Kriteria Kebijakan Pendidikan menurut Dunn
terdapat enam kriteria yang digunakan untuk menilai sebuah kinerja berhasil
atau tidak berhasil, yaitu:
a.
Efekivitas,
b.
Efisiensi,
c.
Kecukupan,
d.
Kesamaan,
e.
Responsivitas,
f.
Ketetapan.
4.
Evaluasi Proses kebijakan pendidikan haruslah
dilaksanakan dengan cara:
a.
Mengdentifikasi tujuan yang akan dievaluasi,
b.
Analisis masalah yang harus ditangani oleh
aktivitas kebijakan tersebut,
c.
Deskripsi dan standarisasi dari aktivitas
evaluasi,
d.
Pengukuran tingkat perubahan yang terjadi,
e.
Penentuan mengenai apakah perubahan itu terjadi
karena aktivitas atau karena penyebab lain.
5.
Permasalahan dalam Evaluasi Kebijakan
Pendidikan yaitu:
a.
tujuan kebijakan tidak jelas,
b.
Cepatnya perkembangan masyarakat,
c.
Ketidakjelasan masalah,
d.
adanya hubungan masalah satu dengan yang
lainnya yang membutuhkan pemecahan yang sama, Subjektifitas masalah.
B. Saran
Demikian makalah ini
kami perbuat dan kami sebagai penulis memohon maaf bila didalam penulisan
makalah kami terdapat kesalahan dalam penulisan dan pemaparan. Kami penulis
memohon kritik dan juga saran dari teman-teman sekali.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Muh.Firyal dan Widya Kurniati Mohi. 2018. Studi Evaluasi Kebijakan: Evaluasi
Beberapa Kebijakan di Indonesia. Gorontalo: Ideas Publishing.
Ananda, Rusydi danTien
Rafida. 2017.Pengantar Evaluasi Program Pendidikan. Medan: Perdana Publishing.
Fattah, Nanang. 2010. Analisis
Kebijakan Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
F.Y. Tayibnapis. 2000. Evaluasi
Program. Jakarta: Rineka Cipta.
Imron, Ali. 2008. Kebijaksanaan
Pendidikan Di Indonesia: Proses, Produk,
dan Masa
Depannya. Jakarta:
Bumi Aksara.
Nurmawanti. 2016. Evaluasi Pendidikan Islam.
Medan: Perdana Mulya Sarana.
Suharto, Edi. 2008. Analisis Kebijakan Publik: Panduan
Praktis Mengakaji Masalah dan
Kebijakan Sosial. Bandung: Alfabeta.
W. N. Dun. 2016. Pengantar
Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta:Gajah
Mada University
Press.
Wibawa, Samodra. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
[1]Muh.Firyal Akbar dan Widya Kurniati Mohi, Studi Evaluasi
Kebijakan: Evaluasi Beberapa Kebijakan di Indonesia (Gorontalo: Ideas Publishing, 2018), h.9.
[3]Edi Suharto, Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis
Mengakaji Masalah dan Kebijakan Sosial (Bandung:
Alfabeta, 2008), h. 7.
[4]Samodra wibawa, Evaluasi Kebijakan Publik
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), h. 50.
[7]
Rusydi Ananda danTien Rafida, Pengantar
Evaluasi Program Pendidikan (Medan: Perdana Publishing, 2017), h.55.
[19]W.
N. Dun, Pengantar
Analisis Kebijakan Publik (Yogyakarta:Gajah Mada University Press, 2016), h. 124.
[21]Ali Imron, Kebijaksanaan
Pendidikan Di Indonesia: Proses, Produk, dan Masa Depannya (Jakarta: Bumi
Aksara, 2008), h.94-95.